Pembangunan yang terjadi dipinggiran sungai Deli, jelas telah menambah rusaknya ekosistem sungai, menyebabkan banjir karena volume air runoff makin tinggi dibandingkan dengan volume air yang meresap kedalam tanah. Ini belum lagi jika ditambah dengan kerusakan yang terjadi di daerah hulu DAS. Tak diragukan lagi disaat musim penghujan daerah pemukiman masyarakat pinggiran di Hilir DAS Deli selalu terkena banjir, akibat mengalami luapan air sungai deli. Jika ditanyakan kepada masyarakat yang tinggal disana tahun-tahun belakangan ini intensitas bajir makin sering, mencapai lebih dari dua kali dalam setahun.
Sejak tahun 2007 di kota medan sedikitnya telah terjadi praktek pembangunan yang tidak memperhatikan kelestarian sungai deli seperti pengerasan dan penembokan bibir sungai, pembangunan kompleks perumahan sampai pelurusan sungai mulai dari kawasan Polonia sampai kelurahan Hamdan (Multatuli) oleh yang dilakukan oleh pihak pengembang (Developer) seperti PT. Kastil Kencana, PT Eka Kesuma Wijaya, PT. Alfinky Binamitra Sejahtera, SPBU Jln. Brigjend Katamso, dan PT. Suka Jaya Makmur Pratama. Praktek pembangunan ini dilakukan tidak terlebih dahulu melakukan studi kelayakan lingkungan. Ironisnya, pemerintah kota mengetahui pembangunan ini beroperasi tanpa adanya AMDAL, namun pemerintah sampai saat ini belum mengambil langkah-langkah konkret terhadap persoalan yang terjadi. Pemerintah yang tutup mata atas persoalan ini, membuktikan bahwa Pemerintah tidak memiliki kepedulian terhadap tercipta lingkungan hidup yang sehat.
Hal ini menimbulkan asumsi, bahwasanya banjir yang terjadi di DAS Deli yang selalu meresahkan masyarakat adalah merupakan sebuah skenario pihak agar masyarakat mau pindah dan menjual tanahnya dengan harga yang murah kepada developer tersebut. Skenario yang dilaksanakan ini merupakan cara yang sangat sistematis terhadap pemiskinan rakyat.
Sebagian masyarakat yang melihat kenyataan akan skenario/rencana developer tersebut sampai saat ini masih bertahan tidak menjual rumah mereka walaupun mengalami intimidasi dari pihak-pihak tertentu yang merupakan perpanjangan tangan dari pihak developper.
Dalam konteks ini perusakan di sungai Deli tidak lagi semata-mata masalah ekologi tetapi telah merembes pada permasalahan sosial. Masyarakat miskin di sepanjang sungai Deli terpinggirkan dan akan selalu mengalami pemiskinan oleh pembangunan yang tidak pro rakyat. Kenyataan ini membuktikan bahwa kota Medan saat ini hanyalah “milik “ Pengusaha dan para pejabat yang tidak memiliki nurani. Namun dalih pada percepatan kegiatan perekonomian dan pembangunan kota Medan yang ternyata berdampak terhadap fungsi dan manfaat kawasan DAS Deli.
Sederhananya, ada tiga beberapa permasalahan di DAS Deli, diantaranya ;
(1) Masalah daerah hulu, seperti pencemaran air/tanah akibat pemakaian pestisida yang berlebihan, pengambilan humus, kemudian praktek penebangan liar, konversi hutan menjadi kawasan pemukiman yang mengganggu fungsi hidrologi sehingga menyebabkan erosi, penurunan debit air, banjir akibatnya makin banyaknya debit air yang run off, serta kegiatan penambangan golongan C yang menpercepat proses sedimentasi, dan pembuagan limbah industri ke sungai.
(2) Masalah daerah tengah dan hilir yang merupakan daerah perkotaan yang padat pemukiman penduduk dan industry, banyaknya pembuangan limbah yang menimbulkan pencemaran air.
(3) Terjadinya pendangkalan di daerah muara akibat penumpukan sendimen. Tiap tahunnya di keluarkan biaya yang besar untuk mengeruk sendimen dimura sungai deli.
Namun demikian, kesadaran terhadap upaya penanganan DAS Deli tidaklah hal yang mudah. Hal ini menuntut adanya pemahaman bersama mengenai arti penting fungsi dan manfaat kawasan DAS Deli serta partisipasi semua pihak. Oleh sebab itu, pengelolaan DAS Deli secara terpadu yang realisasinya agar terjadi kesinambungan fungsi dan manfaatnya. Pengelolaan DAS Deli harus memiliki nilai-nilai yang lebih berwawasan lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar