Jumat, 13 Januari 2012

Kondisi Hutan di Hulu Sungai Deli Parah

Kondisi Hutan di Hulu Sungai Deli Parah.

Banjir yang kerap terjadi di Kota Medan disebabkan kondisi hutan di hulu Sungai Deli sudah kritis karena aksi penebangan liar. Akibatnya, air dihulu bertambah dan tidak tertampung lagi sehingga sungai yang membelah Kota Medan itu meluap.

Pada dasarnya Banjir itu terjadi diakibatkan karena air yang berada di hulu semakin bertambah yang diakibatkan oleh turunnya hujan secara terus-menerus dan semakin diperparahnya lagi oleh adanya penggundulan hutan sehingga harus dilakukan reboisasi di daerah hulu.

Agar kota Medan tidak kerap dibanjiri, maka harus ada upaya yang harus dilakukan yaitu melakukan penghijauan di wilayah hulu Sungai Deli serta harus segera melakukan normalisasi. Setidaknya sungai Deli harus terbebas dari sampah sehingga aliran air menjadi lancar,”untuk Saat ini di hulu Sungai Deli dibutuhkan 7.000 hektare lagi penanaman pohon kembali.

Sebab, dalam undang-undang (UU) tata ruang seharusnya hutan di suatu daerah itu harus seluas 30% dari total luas wilayah. Sedangkan hutan di hulu Sungai Deli hanya berkisar 6%. “Yang terpenting itu sekarang adalah reboisasi lagi di hulu, paling tidak harus ada 7.000 hektare lagi hutan di hulu Sungai Deli.

Sumut seharusnya bisa melihat Jepang. Di Negeri Matahari Terbit itu,hutannya sudah mencapai 70%, tentunya dengan banyaknya pohon tidak hanya membuat negara itu semakin terlihat indah, melainkan juga dapat menjadi resapan air sehingga dapat mengurangi debit air di kala curah hujan yang tinggi sewaktu-waktu. Dalam hal ini seharusnya Pemko Medan memberikan kontribusi untuk melakukan reboisasi ini, apalagi 78% wilayah Medan itu berada di aliran sungai Deli.

Untuk diketahui, luas Kota Medan adalah 265,10 km2 . sebelumnya dari anggota Dewan kota medan Bidang Pembangunan sudah mengusulkan kepada Pemko Medan terkait solusi untuk menangani banjir ini. Dan juga sudah memaparkannya ke Pemprov Sumut dan Pemko Medan, melalui Pak Walikota (Rahudman Harahap) sudah sepakat untuk melakukan normalisasi Sungai Deli dan bersedia untuk melakukan pembebasan rumah penduduk di wilayah pinggiran sungai.

Namun,kewenangan untuk menormalisasikan Sungai Deli itu berada di Badan Wilayah Sungai (BWS) dan tentunya dengan Kementerian Kehutanan. Maka dari itu, dalam penanganan banjir di Kota Medan harus dilakukan secara komprehensif oleh para sthechoelder (antara Pemko Medan, Pemprov Sumatera Utara dan pemerintah pusat). Masalah Sungai Deli merupakan kewenangan Pemprov Sumut dan pemerintah pusat, itulah sebabnya penanganan banjir harus komprehensif.

Kalau upaya ini tidak segera dilakukan, air di Sibolangit akan semakin berkurang, apalagi saat ini di pinggir jalan menuju Sibolangit dan Berastagi sudah dibangun rumah dan ruko dan ini sangat berdampak buruk terhadap Medan.

Tentunya, dalam hal penanganan banjir ini harus ada upaya dari Dewan Kota Medan Bidang Pembangunan agar mendorong Pemko Medan menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Medan. Karena berdasarkan UU tata ruang diperlukan 20% ruang terbuka hijau, namun saat ini baru 9- 10% ruang terbuka hijau di Medan. Dan per lu juga agar mendorong Pemko Medan untuk melakukan penangangan drainase yang lebih baik. (Ferdinant)

Rabu, 28 Desember 2011

Pembangunan Yang Merusak di Pinggir Sungai Deli

Pembangunan yang terjadi dipinggiran sungai Deli, jelas telah menambah rusaknya ekosistem sungai, menyebabkan banjir karena volume air runoff makin tinggi dibandingkan dengan volume air yang meresap kedalam tanah. Ini belum lagi jika ditambah dengan kerusakan yang terjadi di daerah hulu DAS. Tak diragukan lagi disaat musim penghujan daerah pemukiman masyarakat pinggiran di Hilir DAS Deli selalu terkena banjir, akibat mengalami luapan air sungai deli. Jika ditanyakan kepada masyarakat yang tinggal disana tahun-tahun belakangan ini intensitas bajir makin sering, mencapai lebih dari dua kali dalam setahun.

Sejak tahun 2007 di kota medan sedikitnya telah terjadi praktek pembangunan yang tidak memperhatikan kelestarian sungai deli seperti pengerasan dan penembokan bibir sungai, pembangunan kompleks perumahan sampai pelurusan sungai mulai dari kawasan Polonia sampai kelurahan Hamdan (Multatuli) oleh yang dilakukan oleh pihak pengembang (Developer) seperti PT. Kastil Kencana, PT Eka Kesuma Wijaya, PT. Alfinky Binamitra Sejahtera, SPBU Jln. Brigjend Katamso, dan PT. Suka Jaya Makmur Pratama. Praktek pembangunan ini dilakukan tidak terlebih dahulu melakukan studi kelayakan lingkungan. Ironisnya, pemerintah kota mengetahui pembangunan ini beroperasi tanpa adanya AMDAL, namun pemerintah sampai saat ini belum mengambil langkah-langkah konkret terhadap persoalan yang terjadi. Pemerintah yang tutup mata atas persoalan ini, membuktikan bahwa Pemerintah tidak memiliki kepedulian terhadap tercipta lingkungan hidup yang sehat.

Hal ini menimbulkan asumsi, bahwasanya banjir yang terjadi di DAS Deli yang selalu meresahkan masyarakat adalah merupakan sebuah skenario pihak agar masyarakat mau pindah dan menjual tanahnya dengan harga yang murah kepada developer tersebut. Skenario yang dilaksanakan ini merupakan cara yang sangat sistematis terhadap pemiskinan rakyat.

Sebagian masyarakat yang melihat kenyataan akan skenario/rencana developer tersebut sampai saat ini masih bertahan tidak menjual rumah mereka walaupun mengalami intimidasi dari pihak-pihak tertentu yang merupakan perpanjangan tangan dari pihak developper.

Dalam konteks ini perusakan di sungai Deli tidak lagi semata-mata masalah ekologi tetapi telah merembes pada permasalahan sosial. Masyarakat miskin di sepanjang sungai Deli terpinggirkan dan akan selalu mengalami pemiskinan oleh pembangunan yang tidak pro rakyat. Kenyataan ini membuktikan bahwa kota Medan saat ini hanyalah “milik “ Pengusaha dan para pejabat yang tidak memiliki nurani. Namun dalih pada percepatan kegiatan perekonomian dan pembangunan kota Medan yang ternyata berdampak terhadap fungsi dan manfaat kawasan DAS Deli.

Sederhananya, ada tiga beberapa permasalahan di DAS Deli, diantaranya ;

(1) Masalah daerah hulu, seperti pencemaran air/tanah akibat pemakaian pestisida yang berlebihan, pengambilan humus, kemudian praktek penebangan liar, konversi hutan menjadi kawasan pemukiman yang mengganggu fungsi hidrologi sehingga menyebabkan erosi, penurunan debit air, banjir akibatnya makin banyaknya debit air yang run off, serta kegiatan penambangan golongan C yang menpercepat proses sedimentasi, dan pembuagan limbah industri ke sungai.

(2) Masalah daerah tengah dan hilir yang merupakan daerah perkotaan yang padat pemukiman penduduk dan industry, banyaknya pembuangan limbah yang menimbulkan pencemaran air.

(3) Terjadinya pendangkalan di daerah muara akibat penumpukan sendimen. Tiap tahunnya di keluarkan biaya yang besar untuk mengeruk sendimen dimura sungai deli.

Namun demikian, kesadaran terhadap upaya penanganan DAS Deli tidaklah hal yang mudah. Hal ini menuntut adanya pemahaman bersama mengenai arti penting fungsi dan manfaat kawasan DAS Deli serta partisipasi semua pihak. Oleh sebab itu, pengelolaan DAS Deli secara terpadu yang realisasinya agar terjadi kesinambungan fungsi dan manfaatnya. Pengelolaan DAS Deli harus memiliki nilai-nilai yang lebih berwawasan lingkungan.

Kamis, 15 Desember 2011

Pelurusan Sungai Deli

Sungai deli mengalir melintasi 2 kabupaten dan 1 kota di sumatera utara ; kabupaten karo, deli Serdang dan kota Medan. Selain sebagai salah satu sungai yang melintasi kota medan, sungai deli memiliki banyak cerita bagi masyarakat kota medan. Konon dulunya sungai deli menjadi jalur transporasi pada masa kesultanan deli.

Namun sekarang kondisi sungai deli sudah sangat memprihatinkan. banyak kegiatan yang merusak yang terjadi di sepanjang sungai deli mulai dari pencemaran sungai, pembuangan limbah, penyempitan sampai dengan pelurusan sungai yang disebut sebagai salah satu upaya pengendalian banjir di sungai deli yang dilakukan beberapa waktu ini.

Pelurusan sungai deli yang di rencana dilakukan di tiga titik ( 1 di jalan Multatuli, 2 di kelurahan Kampung Baru), dan sudah dilaksanakan di satu titik yaitu di jalan Multatuli.

Pelurusan sungai deli yang dilakukan pada tahun 2006 awalnya disebut sebagai upaya pengendalian banjir, ternyata tidak seperti yang dibayangkan, malahan pada akhirnya lahan kosong bekas jalur sungai sebelum diluruskan diperutukkan untuk membangun kompleks pertokoan. kenyataan ini menimbulkan banyak reaksi dari berbagai kalangan masyarakat maupun kelompok LSM yang di Medan. kenyataan yang sama juga diyakini akan terjadi juga di dua titik rencana pelurusan sungai yang sudah disepakati oleh pemerintah kota.

Masyarakat di pinggir sungai dan LSM yang tergabung dalam Kelompok Aksi Sungai Deli "GELIAT", melakukan protes menolak rencana pelurusan sungai deli dan menggugat pihak developper yang melakukan pembangunan di pinggir sungai. pelurusan sungai deli dianggap tidak lebih sebagai upaya untuk mendapatkan lahan kosong dengan harga murah.

Pelurusan sungai deli bukan jawaban untuk mengatasi banjir kota medan. seharusnya pemerintah melakukan kajian yang menyuluruh dan membangun koordinasi dengan 2 kabupaten di hulu sungai deli. persoalan banjir di hilir sungai deli tidak terlepas dari berbagai kegiatan perusakan DAS di daerah hulu.